Tuesday, 16 May 2017

Jangan Menyelundap

Selama hidupku selalu saja dibumbui dengan pembodohan hingga manipulasi secara terang – terangan. meski begitu bukan aku tak merasa nyaman seperti ini, aku muak dan sangat bosan ingin rasanya pergi ke pulau kelapa. Setiap aku berontak selalu saja aku tak dianggap bahkan dianggap anak terkonyol didunia. Suatu hari aku pernah beda prinsip dengan orang – orang di sekitarku untuk memberikan kebenaran yang telah aku pelajari selama hidup. Dengan begitu bukannya aku di benarkan oleh kalangan disekitarku malah banyak yang bilang aku sumber dari pemberontakan. Bahkan semua orang juga bilang begitu kepadaku, pada akhirnya aku diasingkan untuk selamanya.

Aku hidup dikeluarga yang tersohor, kakeku yang bernama yahya sangatlah dihormati semua orang. Ayahku layaknya soeharto menjabat paling lama diperusahan walau udah tua namun beliau masih menjabat. Sampai sekarang aku tak pernah tahu mengapa ayahku menjabat terus di perusahaan itu meski sudah tua. Paman dan bibiku yang selama ini menghidupiku, karena aku hidup bersama mereka dan setiap tahunnya ayahku selalu mengirim uang untuk hidupku. Bukan hanya aku saja yang diberi uang tiap tahunnya, karena yang hidup bersama paman dan bibi ada saudaraku. Dari tiga bersaudara setiap tahunnya selalu di kirim uang yang sama bahkan yang paling aku suka dari ayahku yaitu ada uang jalan – jalan.

Bulan kebulan telah berganti, semula belum ada problem untuk kami tiga bersaudara sampai akhirnya menemukan sebuah keganjalan pada paman dan bibiku. Suatu hari kami tiga bersaudara meminta jatah untuk kehidupan kami. Dari gelagat paman ada sesuatu yang disembunyikan dari kami, curigapun mulai terbayang – bayang di otak. Setelah lama kami berbincang dengan paman menghasilkan hati yang terbakar api, kamipun lekas keluar dari rumah untuk membuang energi negatife di hati. Betapa teganganya paman hingga kami di bodohinya dengan begitu kehidupan yang kami jalankan sangatlah kurang. Percuma punya ayah kaya namun kehidupan anaknya diatur oleh paman yang tamak. Semakin lama aku hidup bersama paman dan bibiku semakin aku tersiksa olehnya. Dengan begitu aku dan tiga saudaraku menyisihkan sebagian uang kami untuk membuka usaha sediri. Walau kecil – kecilan sekiranya cukuplah untuk uang jajan kami dan hidup kami selama setahun.

Lama kami berjualan tiba – tiba ayah datang ketempat kami berjualan. Yang paling tidak menyenangkan ayah datang dengan bibi. bibi marah mengeluarkan suara lantang kami dianggap pengemis. Betapa sakit hati ini sudah tak diberi hak malah dimaki seperti pengemis. Kami berkumpul di rumah paman disana ada bibi, paman dan ayah. Ayah sangat marah besar dengan kelakuan kami, kami bingung mengapa ayah tiba – tiba semarah itu. Sekian lama kami ditegur oleh ayah ada perasaan yang mengganjal di benakku. Sesuatu yang harus di pecahkan dan harus diselesaikan dengan paman. Salah satu dari kami melakukan pembelaan bahwa uang yang di berikan kepada kami ternyata kata paman sudah habis maka kami inisiatif berjualan untuk kehidupan kami. “selama ini apa saja yang telah kalian lakukan hingga habis segitu banyak? Bukankah uang yang kuberi sudal lebih dari cukup?” tanya ayah. “Kami tak melakukan apapun, kami hanya membeli apa yang diperlukan untuk hidup, dan kami selalu menyisihkan uang jajan sampai membuat usaha sendiri” kata salah satu dari 3 saudara. Ternyata setelah diselesaikan dengan seksama, paman sudah berbelit membodohi dan mengambil hak kami selama satu tahun.


Dari situlah aku mengerti bahwa semua masalah keuangan ataupun dana – dana yang diberikan harus transparan. Agar semua yang kita lakuan tidak mengorbankan salah satu pihak, yang paling penting jika sudah diberi amanah agar tidak mengabaikannya apalagi masalah keuangan. Jangan menyelundap jika tak mau sampai di cap oleh orang sebagai koruptor.

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home