Jangan Menyelundap
Selama hidupku selalu
saja dibumbui dengan pembodohan hingga manipulasi secara terang – terangan.
meski begitu bukan aku tak merasa nyaman seperti ini, aku muak dan sangat bosan
ingin rasanya pergi ke pulau kelapa. Setiap aku berontak selalu saja aku tak dianggap
bahkan dianggap anak terkonyol didunia. Suatu hari aku pernah beda prinsip
dengan orang – orang di sekitarku untuk memberikan kebenaran yang telah aku
pelajari selama hidup. Dengan begitu bukannya aku di benarkan oleh kalangan
disekitarku malah banyak yang bilang aku sumber dari pemberontakan. Bahkan semua
orang juga bilang begitu kepadaku, pada akhirnya aku diasingkan untuk
selamanya.
Aku hidup dikeluarga yang
tersohor, kakeku yang bernama yahya sangatlah dihormati semua orang. Ayahku
layaknya soeharto menjabat paling lama diperusahan walau udah tua namun beliau
masih menjabat. Sampai sekarang aku tak pernah tahu mengapa ayahku menjabat
terus di perusahaan itu meski sudah tua. Paman dan bibiku yang selama ini
menghidupiku, karena aku hidup bersama mereka dan setiap tahunnya ayahku selalu
mengirim uang untuk hidupku. Bukan hanya aku saja yang diberi uang tiap
tahunnya, karena yang hidup bersama paman dan bibi ada saudaraku. Dari tiga
bersaudara setiap tahunnya selalu di kirim uang yang sama bahkan yang paling
aku suka dari ayahku yaitu ada uang jalan – jalan.
Bulan kebulan telah
berganti, semula belum ada problem untuk kami tiga bersaudara sampai akhirnya
menemukan sebuah keganjalan pada paman dan bibiku. Suatu hari kami tiga
bersaudara meminta jatah untuk kehidupan kami. Dari gelagat paman ada sesuatu
yang disembunyikan dari kami, curigapun mulai terbayang – bayang di otak.
Setelah lama kami berbincang dengan paman menghasilkan hati yang terbakar api,
kamipun lekas keluar dari rumah untuk membuang energi negatife di hati. Betapa
teganganya paman hingga kami di bodohinya dengan begitu kehidupan yang kami
jalankan sangatlah kurang. Percuma punya ayah kaya namun kehidupan anaknya
diatur oleh paman yang tamak. Semakin lama aku hidup bersama paman dan bibiku
semakin aku tersiksa olehnya. Dengan begitu aku dan tiga saudaraku menyisihkan
sebagian uang kami untuk membuka usaha sediri. Walau kecil – kecilan sekiranya
cukuplah untuk uang jajan kami dan hidup kami selama setahun.
Lama kami berjualan tiba
– tiba ayah datang ketempat kami berjualan. Yang paling tidak menyenangkan ayah
datang dengan bibi. bibi marah mengeluarkan suara lantang kami dianggap
pengemis. Betapa sakit hati ini sudah tak diberi hak malah dimaki seperti
pengemis. Kami berkumpul di rumah paman disana ada bibi, paman dan ayah. Ayah
sangat marah besar dengan kelakuan kami, kami bingung mengapa ayah tiba – tiba
semarah itu. Sekian lama kami ditegur oleh ayah ada perasaan yang mengganjal di
benakku. Sesuatu yang harus di pecahkan dan harus diselesaikan dengan paman.
Salah satu dari kami melakukan pembelaan bahwa uang yang di berikan kepada kami
ternyata kata paman sudah habis maka kami inisiatif berjualan untuk kehidupan
kami. “selama ini apa saja yang telah kalian lakukan hingga habis segitu banyak?
Bukankah uang yang kuberi sudal lebih dari cukup?” tanya ayah. “Kami tak
melakukan apapun, kami hanya membeli apa yang diperlukan untuk hidup, dan kami
selalu menyisihkan uang jajan sampai membuat usaha sendiri” kata salah satu
dari 3 saudara. Ternyata setelah diselesaikan dengan seksama, paman sudah
berbelit membodohi dan mengambil hak kami selama satu tahun.
Dari situlah aku mengerti
bahwa semua masalah keuangan ataupun dana – dana yang diberikan harus
transparan. Agar semua yang kita lakuan tidak mengorbankan salah satu pihak,
yang paling penting jika sudah diberi amanah agar tidak mengabaikannya apalagi
masalah keuangan. Jangan menyelundap jika tak mau sampai di cap oleh orang sebagai koruptor.

0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home