Saturday 25 May 2019

INDONESIA DILIHAT DARI GEO POLITIK, GEO EKONOMI, DAN GEO STRATEGIS




Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki posisi geografis yang unik dan strategis. Hal ini dapat dilihat dari letak geografis Indonesia berada di antara dua samudera dan dua benua, sekaligus jalur utama perdagangan internasional.

Indonesia juga berbatasan langsung dengan 10 negara di kawasan Asia Pasifik, baik di laut maupun darat. Tak heran, jika kawasan ini rentan terhadap sengketa perbatasan dan ancaman keamanan yang menyebabkan instabilitas baik di dalam negeri maupun kawasan.

Diketahui, letak geografis suatu negara merupakan determinan yang menentukan masa depan bangsa dalam hubungan internasional. Meski masih diacuhkan, kondisi geografis suatu negara akan menentukan peristiwa-peristiwa yang berpengaruh secara global.

Geografi secara luas akan mempengaruhi berbagai peristiwa lebih dari yang pernah terjadi sebelumnya. Karena letaknya yang strategis, sejak dulu Indonesia telah menjadi arena  perebutan pengaruh pihak asing. Negara ini bahkan telah melalui beberapa periodisasi penguasaan dan perebutan pengaruh, mulai dari Portugal, Belanda, hingga Amerika Serikat dan Uni Soviet, saat terjadi perang dingin.

Di masa mendatang tidak menutup kemungkinan Indonesia kembali akan menjadi wilayah perebutan pengaruh dari negara-negara besar. Hal ini dapat dilihat dengan kemunculan China sebagai hegemoni baru di kawasan yang telah menggeser perimbangan kekuasaan sekaligus mengikis pengaruh Amerika Serikat (AS).
 
Selain itu, Indonesia dan sekitarnya dapat menjadi daerah rawan sengketa mengingat negeri ini masih belum menyelesaikan masalah-masalah, seperti batas laut dengan negara-negara, seperti Australia, Filipina, Palau, Papua Nugini dan Timor Leste. Apalagi proses perundingan perbatasan membutuhkan waktu lama. Sehingga, menjadikan Indonesia rentan terhadap pengaruh asing akibat kontrol di perbatasan yang lemah, mulai dari kejahatan internasional hingga terorisme.

Melihat geostrategis, geopolitik, dan geoekonomi keberadaan Indonesia di masa mendatang akan ditentukan tiga hal. Pertama, seberapa baik negara ini menyelesaikan proses perundingan perbatasan. Hasil dari perundingan perbatasan dengan negara lain akan menentukan strategi pengelolaan perbatasan dan pertahanan. Kedua, strategi yang akan dilakukan Indonesia dalam mengantisipasi pengaruh China dan negara besar lainnya di kawasan Asia Timur. Ketiga, seberapa mampu Indonesia memanfaatkan posisi strategis sebagai jalur perekonomian internasional.

Dalam banyak literatur terdapat banyak konsep tentang geostrategis, geopolitik, dan geoekonomi. Namun, pengertian dari ketiganya pada dasarnya dapat dipahami sebagai suatu studi yang mengkaji makna strategis, politis dan ekonomis suatu wilayah geografi yang mencakup lokasi, luas dan sumber daya alam di wilayah tersebut.
Dalam studi ini, terdapat unsur-unsur yang berhubungan secara timbal balik antara kondisi geografis politik, strategi, serta ekonomi dan unsur-unsur kebijakan yang merujuk pada politik internasional.

Geostrategis

Geostrategi berasal dari kata geo yang berarti bumi, dan strategi diartikan sebagai usaha dengan menggunakan segala kemampuan atau sumber daya baik sumber daya manusia (SDM) maupun sumber daya alam (SDA) untuk melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan.

Geostrategis adalah suatu strategi dalam memanfaatkan kondisi geografis negara dalam menentukan kebijakan, tujuan, dan sarana umum untuk mewujudkan cita-cita proklamasi dan tujuan nasional. Dalam istilah lain, geostrategi disamakan dengan ketahanan nasonal, yaitu kondisi kehidupan nasional yang harus diwujudkan. Kondisi kehidupan nasional harus dibina secara berkesinambungan dari mulai pribadi, keluarga, lingkungan, daerah dan nasional sehingga menciptakan satu ketahanan nasional yang tangguh.      
                       
Geostrategis untuk negara dan bangsa Indonesia adalah kenyataan posisi silang Indonesia dari berbagai aspek, di samping aspek demografi, ideologi, politik, ekonomi, sosial-budaya, dan hankam. Posisi silang Indonesia tersebut dapat di rinci sebagai geografi, yaitu wilayah Indonesia terletak di antara dua benua, Asia dan Australia, serta di antara samudera Pasifik dan Hindia.

Dalam kaitannya dengan kehidupan suatu negara, geostrategi diartikan sebagai metode atau aturan-aturan untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan melalui proses pembangunan yang memberikan arahan tentang bagaimana membuat strategi pembangunan dan keputusan yang terukur dan terimajinasi guna mewujudkan masa depan yang lebih baik, lebih aman dan bermartabat.

Bagi bangsa Indonesia, geostrategi diartikan sebagai metode untuk mewujudkan cita-cita proklamasi, sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, melalui proses pembangunan nasional. Sebab itu, geostrategi Indonesia sebagai suatu cara atau metode dalam memanfaatkan segenap konstelasi geografi negara Indonesia dalam menentukan kebijakan, arahan, serta sarana-sarana dalam mencapai tujuan seluruh bangsa dengan berdasar asas kemanusiaan dan keadilan sosial.

Konsep geostrategi Indonesia pada hakikatnya bukan mengembangkan kekuatan untuk penguasaan terhadap wilayah di luar Indonesia atau untuk ekspansi terhadap negara lain, tetapi konsep strategi yang didasarkan pada kondisi metode, atau cara untuk mengembangkan potensi kekuatan nasional yang ditujukan untuk pengamanan dan menjaga keutuhan kedaulatan Negara Indonesia dan pembangunan nasional dari kemungkinan gangguan yang datang dari dalam maupun dari luar negeri. Untuk mewujudkan geostrategis dirumuskan Ketahanan Nasional Republik Indonesia.

Konsep geostrategi negeri ini pertama kali dilontarkan oleh Bung Karno pada 10 Juni 1948 di Kotaraja. Namun, gagasan ini kurang dikembangkan oleh para pejabat bawahan, karena seperti yang kita ketahui wilayah NKRI diduduki oleh Belanda pada akhir Desember 1948, sehingga kurang berpengaruh. Akhirnya, setelah pengakuan kemerdekaan pada 1950 garis pembangunan politik berupa “Nation and character and building “ yang merupakan wujud tidak langsung dari geostrategi Indonesia, yakni pembangunan jiwa bangsa.

Geostrategi Indonesia secara pendidikan digagas Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat (SESKOAD) Bandung tahun 1962. Konsep geostrategi Indonesia yang terumus adalah pentingnya pengkajian terhadap perkembangan lingkungan strategi di kawasan Indonesia, yang ditandai meluasnya pengaruh komunis.

Geostrategi Indonesia saat itu dimaknai sebagai strategi untuk mengembangkan dan membangun kemampuan territorial dan kemampuan gerilya untuk menghadapi ancaman komunis di Indonesia.

Pada 1965, Lembaga Ketahanan Nasional mengembangkan konsep geostrategi Indonesia yang lebih maju dengan rumusan, bahwa geostrategi Indonesia harus berupa sebuah konsep strategi untuk mengembangkan keuletan dan daya tahan, juga pengembangan kekuatan nasional untuk menghadapi dan menangkal ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan, baik bersifat internal maupun eksternal. Gagasan ini agak lebih progresif tapi tetap terlihat sebagai konsep geostrategi Indonesia awal dalam membangun kemampuan nasional sebagai faktor kekuatan pengangguh bahaya.

Sejak 1972 Lembaga Ketahanan Nasional terus melakukan pengkajian tentang geostrategi Indonesia yang lebih sesuai dengan konstitusi Indonesia. Pada era itu konsepsi geostrategi Indonesia dibatasi sebagai metode untuk mengembangkan potensi ketahanan nasional dalam menciptakan kesejahteraan menjaga indentitas kelangsungan serta integritas nasional. Terhitung mulai 1974, geostrategi Indonesia ditegaskan dalam bentuk rumusan ketahanan nasional sebagai kondisi metode dan doktrin dalam pembangunan nasional.

Adapun tujuan Geostrategi Indonesia, adalah menyusun dan mengembangkan potensi kekuatan nasional baik yang berbasis pada aspek ideologi, politik, sosial budaya, bahkan aspek-aspek alamiah. Hal ini sebagai upaya kelestarian, eksistansi hidup negara dan bangsa dalam mewujudkan cita-cita proklamasi serta tujuan nasional. Kemudian, menunjang tugas pokok pemerintah Indonesia, yakni menegakkan hukum dan ketertiban (law and order); terwujudnya kesejahteraan dan kemakmuran (welfare and prosperity); terselenggaranya pertahanan dan keamanan (defense and prosperity); Terwujudnya keadilan hukum dan keadilan sosial (yuridical justice and social justice); Tersedianya kesempatan rakyat untuk mengaktualisasikan diri (freedom of the people)

Geostrategi Indonesia berawal dari kesadaran bahwa bangsa dan negara ini mengandung sekian banyak potensi pemecah belah yang setiap saat dapat meledak dan mencabik-cabik persatuan dan kesatuan bangsa. Dalam era kepemimpinan Presiden BJ Habibie dapat disaksikan dengan jelas bagaimana hal itu terjadi. Tidak hanya itu, tatkala bangsa kita lemah karena sedang berada dalam suasana rapuh, harga diri dan kehormatan bangsa dengan mudah menjadi bahan tertawaan forum internasional.

Geopolitik

Geopolitik berasal dari kata geo dan politik. Geo berarti bumi dan politik berasal dari bahasa Yunani politeia. Poli artinya kesatuan masyarakat yang berdiri sendiri, dan teia artinya urusan. Geopolitik di Indonesia biasa disebut dengan istilah wawasan nusantara.

Geopolitik diawali dengan konsepsi geografi politik. Pertama kali geografi politik diperkenalkan oleh seorang ahli geografi lulusan farmasi, Friedrich Ratzel, pada pertengahan abad ke-19. Sebagai peneliti dalam bidang farmasi, Ratzel terinspirasi karya-karya yang menjelaskan hubungan antara alam dengan makhluk hidup, terutama Darwin dan Alexandre Von Humboldt.

Dalam pendekatannya, Ratzel sangat mempertimbangkan hubungan dan pengaruh milieu atas negara sebagai satu kesatuan yang hidup. Ide ini dikemukakannya dua kali dalam jurnal Anthropo-geographie pada tahun 1882 dan 1891. Pada tahun 1897, dia makin memantapkan ide-idenya dengan menulis dalam sebuah buku yang berjudul Politische Geographie.

Ratzel menegaskan, dalam bereaksi atas keputusan-keputusan yang akan dibuat harus menggunakan intelektualitas yang dibutuhkan secara efektif dan selalu melihatnya atas ruang-ruang (space). Akhirnya, dengan formulasi dan tipologi yang diraciknya, geografi politik Ratzelian menjadi studi tersendiri dari ilmu geografi dengan negara sebagai obyeknya. Teori-teorinya yang normatif menjadi fundamental dari studi spasial dan politik (Raffestin, 1995 dan Rossier, 2003).

Sejumlah ahli membagi geopolitik dalam dua model. Pertama, negara determinis yaitu negara yang berada di antara dua negara raksasa sehingga secara langsung maupun tidak langsung negara itu dipengaruhi oleh kebijakan politik luar negeri negara raksasa.Kedua, negara posibilitis yaitu negara yang tidak terpengaruh (tidak terkena dampak) kebijakan negara-negara raksasa, karena letak geografis negara itu tidak berdekatan dengan negara raksasa.

Mengacu pada pengertian di atas, secara geografis Indonesia sebenarnya termasuk negara posibilitis karena tidak berdekatan dengan letak geografis negara-negara raksasa, akan tetapi secara politis Indonesia dapat digolongkan dalam negara diterminis karena dipengaruhi oleh (terkena dampak) kebijakan politik luar negeri negara raksasa, termasuk dalam hal ini menyangkut ruang dan pengaruh pembentukan frontier (batas imajiner) dari kekuatan politik dan militer Amerika.

Pandangan geopolitik Indonesia berlandaskan pada pemikiran kewilayahan dan kehidupan bangsa Indonesia. Wawasan nusantara mempunyai latar belakang, kedudukan, fungsi, dan tujuan filosofis sebagai dasar pengembangan wawasan nasional Indonesia.

Nilai-nilai pancasila mendasari pengembangan wawasan nasional. Nilai-nilai tersebut adalah penerapan Hak Asasi Manusia (HAM), seperti memberi kesempatan menjalankan ibadah sesuai dengan agama masing-masing; Mengutamakan kepentingan masyarakat daripada individu dan golongan; serta Pengambilan keputusan berdasarkan musyawarah untuk mufakat.

Geoekonomi

Geoekonomi diartikan sebagai cara pandang mengenai permasalahan ekonomi bangsa ditinjau dari faktor geografi, baik kaitannya dengan lingkup regional, nasional, maupun global. Geoekonomi berupaya menggambarkan hubungan antara geografi, ekonomi dan geografi ekonomi menjadi tata masalah geoekonomi.

Arah pemikiran dalam geoekonomi cukup jelas, yaitu berupaya menelaah faktor-faktor spasial permukaan bumi sebagai pertimbangan ekonomi. Hasil pemikiran itu merupakan bahan yang sangat penting untuk menetapkan kebijaksanaan nasional di bidang ekonomi dan bila dikaitkan dengan masalah hubungan antar negara tidak dapat dilepaskan dari masalah geopolitik.

Saat ini, dunia mengalami proses perubahan global yang cukup mencengangkan. Salah satunya ditandai pergeseran tahap awal dari hegemoni politik negara-negara Barat terhadap munculnya dominasi ekonomi baru negara-negara Timur.

Pada satu sisi, terjadi krisis ekonomi yang melanda Amerika dan beberapa negara di Eropa, seperti Inggris, Spanyol dan Prancis. Di sisi lain, terjadi kebangkitan ekonomi di negara-negara Asia Timur, seperti Jepang, Taiwan, Hongkong, Korea Selatan dan Singapura. Kebangkitan ekonomi beberapa negara di Asia tersebut tidak lepas dari strategi mereka dalam menyiasati globalisasi.

Pertama, memanfaatkan momentum krisis yang melanda negara-negara Barat. Kedua, memantapkan nasionalisme di dalam negeri dengan melakukan proteksi terhadap potensi geoekonomi dari berbagai bentuk intervensi asing. Melalui dua strategi penyiasatan itu, beberapa negara di Asia Timur dapat mengambil keuntungan dari luar untuk memperkuat basis ekonomi di dalam negeri.

Dalam konteks demikian, Jepang dan China merupakan contoh yang menarik. Salah satu alasannya adalah kedua negara itu telah teruji sebagai negara yang tahan krisis sepanjang sejarah, sehingga tidak mudah tergantung kepada negara-negara yang telah maju. Masalahnya adalah mengapa Indonesia tidak bisa memanfaatkan momentum untuk bangkit seperti Jepang dan Cina? Padahal, Indonesia memiliki banyak kelebihan dibanding kedua negara tersebut.

Selanjutnya, mengapa posisi politik dan ekonomi Indonesia masih lemah di mata internasional? Padahal, Indonesia memiliki kekayaan alam yang luar biasa. Secara geoekonomi  Indonesia merupakan negara yang sangat strategis, berada di garis khatulistiwa, berdekatan dengan Singapura sebagai pintu perlintasan dunia. Luas wilayah Indonesia memiliki potensi ekonomi yang tinggi karena sama dengan setengah dari luas wilayah Asia Tenggara, termasuk wilayah maritim, hutan tropis, serta hasil tambang dan minyak bumi, di samping memiliki penduduk yang banyak.

Secara teori, jika potensi itu berkembang melalui berbagai skema kerjasama, mestinya Indonesia lebih dulu maju dibanding Jepang dan Cina. Pada kenyataannya, Jepang yang semula dibayangkan akan lenyap akibat bom Nagasaki dan Heroshima, ternyata lebih maju dibanding Indonesia. Sama-sama pernah mengalami bencana Tsunami, pemulihan ekonomi di Jepang jauh lebih cepat dibandingkan penanganan Tsunami di Aceh.

Restorasi Meiji, modal sosial yang tinggi, dan budaya malu yang kuat untuk tidak melakukan korupsi, telah membuat Jepang menjadi negara yang besar. Selain itu, Indonesia juga tidak selincah China dalam memainkan siasat ekonomi global untuk memperkuat politik dalam negeri.

Memainkan pasar sosial, perdagangan China melebihi watak liberal negara-negara kapitalis, meski politiknya tetap komunis di bawah model birokrasi negara tertua dan terbesar di dunia. Manuver China telah memposisikan diri sebagai kekuatan terbesar kedua di dunia setelah AS.

Ahli geopolitik Immanuel Wallerstein telah memperkirakan akan muncul Poros Tengah (Negara Non Barat) sebagai kekuatan baru di dunia akibat dari ketidakmampuan proteksi dari teori modernisasi, pembangunan dan pertumbuhan yang sebelumnya diagung-agungkan negara berkembang termasuk Indonesia.

Wallerstein berpendapat, munculnya negara-negara industri baru di Asia Timur menunjukkan adanya kegagalan teoritis dari pendekatan modernisasi dan teori dependensia. Kebangkitan ekonomi Jepang, Taiwan, Hongkong, Korea Selatan dan Singapura sekaligus memberikan contoh kepada masyarakat dunia bahwa negara-negara di Asia Timur pada kenyataannya tidak tergantung kepada frontier negara maju, terbukti negara-negara itu mulai memberikan perlawanan ekonomi kepada negara pusat atau negara maju.

Jika memperhatikan tiga kutub negara industri di atas, maka terdapat beberapa perbedaan geopolitik dan geoekonomi di dalamnya. Negara-negara di Asia Timur yang Wallerstein disebut sebagai Negara Semi Pinggiran, masyarakatnya mengalami masa peralihan yang Riggs sebut sebagai Masyarakat Prismatik, ternyata menyimpan energi baru sebagai kekuatan alternatif yang diindikasikan sebagai Negara Industri Baru (Newly Industrializing Countries) yang muncul dari sebagian Negara Semi Industri.

Dalam hal perekonomian pasar, sebenarnya Indonesia mengalami beberapa kemajuan. Di mana Bank Dunia menyatakan kelas menengah Indonesia meningkat dari 25 persen pada 1999 menjadi 56,5 persen pada 2010. Menurut riset Standard Chartered Bank, jumlah orang sangat mapan Indonesia (berpenghasilan Rp240 juta atau investasi Rp150 juta pertahun) sekitar 4 juta orang, mengalahkan Korsel yang hanya 3,2 juta orang. Ini juga menggambarkan besarnya ketimpangan kesejahteraan warga kita.

Ketimpangan kesejahteraan di Indonesia bisa digambarkan seperti yang terjadi di Meksiko, di mana aktivitas pengusaha asing telah mengurangi ruang kreativitas ekonomi warganya untuk berkembang. Bahkan, menghasilkan kerawanan sosial politik karena aktivitas kriminal warga yang frustrasi.

Hal itu semua menjadi pelajaran bagi pemerintah dan masyarakat negeri ini di masa yang akan datang. Bagaimana membangun negara yang kuat baik secara geostrategis, geopolitik, maupun geoekonomi. Sehingga, tercipta menjadi negara yang maju dan disegani bangsa lain sebagai sebuah negara maritim yang besar.

( Sumber : Arif Safrodin )
( Penulis : Samsul )

1 Comments:

At 25 May 2019 at 19:01 , Blogger Unknown said...

I like it. Very nice💕💕

 

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home