Monday 7 August 2017

Filosofi Bilangan Dalam Jawa


Filosofi bilangan dalam jawa dari Bahasa Indonesia 21 (dua puluh satu), 22 (dua puluh dua) sampai dengan 29 (dua puluh Sembilan). Dalam Bahasa jawa tidak diberi nama romg puluh siji, rong puluh loro, dan seterusnya melankan selikur, rolikur, songo likur dan seterusnya.  Disini terdapat satuan LIKUR yang merupakan kependekan dari (LIngguh KURsi) artinya duduk di kursi.

Pada usia 21 – 29 itulah pada umumnya manusia mendapatkan “TEMPAT DUDUK”, pekerjaannya profesi yang akan ditekuni dalam kehidupannya. Ada penyimpangan pada bilangan 25, tidak disebut sebagai LIMANG LIKUR, melainkan SELAWE. SELAWE (SEneng – senenge LAnang lan WEdok). Puncak asmaranya laki – laki dan perempuan yang di tandai oleh pernikahan. Maka pada usia tersebut pada umumnya orang menikah (dadi manten).

Ada penyimpangan lagi pada bilangan 50 setelah sepuluh, rong puluh, telongpuluh, patangpuluh,  mestinya limang puluh. Tapi 50 diucapkan SEKET, SEKET (SEneng KEThonan) suka memakai kethu atau tutup kepala atau juga topi/kopyah. Tanda usia makin lanjut, tutup kepala bisa untuk menutup botak atau rmbut yang memutih Karen semirnya habis. Disisi lain bisa juga kopiah atau tutup kepalamelambangkan orang yang seharusnya sudah lebih taat beribadah.

Pada usia 50 tahunn seharusnya seseorang lebih memperbanyak ibadahnya dan lebih berbagi untuk bekal memasuki kehidupan akherat yang kekal dan abadi. Dan kemudian ada bilangan lagi 60, yang namanya juga menyimpang dari pola, bukan enam puluh melainkan sewidak atau suwidak. SUWIDAK (SEjatine WIs wayahe tinDAK). Artinya seharusnya sudah saatnya pergi. Harus sudah siap dipanggil menghadap Tuhan.


Semoga bermanfaat tetap sehat semangat walau meh SUWIDAK.

penulis: Samsul Ali